Anyway, let's start this year with a new hope and dream. :)
Dreamer's Blog
Never fear to dream
Friday, February 3, 2017
2017
It's been a while. After a long break, here I am. I'm not a good writer actually and this is so not me to keep updating all of this stuff but depends on my mood. Maybe today is a good mood for me to write. This is my last year in university, taking English as my major course but until now I can't believe myself that English is my choice. Our choice is our path but I'm not sure whether this a good choice that I've made. It's hard to believe that I can make it until today. I'm already 23 years old. People said age is just a number but it's quite worried because you know when you are older, you will face many obstacles and challenges in real life. Today, I'm a student. Tomorrow, we never know if we're still in this world. *sigh
Anyway, let's start this year with a new hope and dream. :)
Anyway, let's start this year with a new hope and dream. :)
Tuesday, December 30, 2014
2014
Tahun 2014 ni banyak sangat benda yang Allah duga kita sebagai hambaNya. Dari awal tahun,kita digemparkan dengan berita kehilangan MH370, Kemudian, berita tentang MH17.Sekarang banjir teruk di pantai timur and kawasan semenanjung malaysia. Selepas tu,, melibatkan kapal terbang Air Asia Indonesia tu pulak. Kenapa la banyak sangat kemalangan yang melibatkan air plane ni? Semua kuasa Allah, He knows everything.
Tapi aku? Masih bertatih mau membiasakan diri dengan kehidupan seorang pelajar di sebuah institut pendidikan kat gombak selangor nih. Perjalanan aku masih jauh. Jauh atau pendek, Allah yang tentukan. Keadaan aku yang serabut dengan exam final sem 2 ni tak membuatkan aku leka dengan exam semata-mata. Apa aku merepek ni? Straight to the point la, aku sebenarnya rindu family sangat. Bila ada masalah baru nak ingat family kan? Setepek kena kat muka sendiri.
Masalah? hmm masalah kot. Tapi masalah aku ni belum cukup besar berbanding masalah mangsa-mangsa banjir yang hilang tempat tinggal,rumah musnah,tak cukup makan minum dan pakaian. May Allah ease everything.
Tenanglah duhai hati.
Wednesday, April 30, 2014
Wednesday, April 11, 2012
gugurnya air mata demimu ya MUHAMMAD.
Ada sebuah kisah tentang cinta yang
sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi
itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas
memberikan kutbah;
“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan cinta kasih-Nya.
Maka taati
dan bertaqwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur’an dan
orang yang mencintaiku, akan masuk syurga
bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan
mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan
nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan
meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta
itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan
Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah
ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir
di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi
pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma
yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang
yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah
tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang
ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai
anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,”
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan
yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul
maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama
menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di
atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan
Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit
telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka lebar
menanti kedatanganmu,” kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan.“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?”
Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan
khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail
melakukan tugas. Perlahan roh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh
Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.“Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau
melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat
Penghantar Wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut
ajal,” kata Jibril.Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit
yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat rasa maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai
dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar
seakan-akan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya,
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku” – “Peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya,
dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan,
“Ummatii, ummatii, ummatiii” – “Umatku, umatku,
umatku…” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma solli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi… Betapa cintanya
Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar
timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, seperti Allah dan
Rasulnya mencintai kita. Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana
belaka.
#ALLAHHUAKBAR!
Subscribe to:
Posts (Atom)